Headlines News :
Home » , , , » Kembangkan Wawasan Melalui Pemahaman

Kembangkan Wawasan Melalui Pemahaman

Written By Unknown on Sabtu, 26 Januari 2013 | 18.44

Ka. SMPN 1 Mangolo, Yoyok  Priyo, M.M.Pd
Kolaka Utara, Cakrawala News,--Suasana kondusif mulai terasa ketika masuk dalam pekarangan SMP Negeri 1 Mangolo. Penataan pekarangan dan tanaman hias tampak apik dan sejuk. Sebuah kolam ikan yang ada di depan ruang guru membuat perasaan bertambah damai.
Sesaat, perbincangan dengan Kepala SMP Negeri 1 Mangolo, Yoyok Priyo di ruang guru kemudian berpindah ke ruang kerjanya. Kalimat-kalimat itu mulai mengalir dari pemikiran sosok seorang pendidik.
Begitu banyak pencerahan pemikiran yang muncul melalui pembicaraan ini. Yoyok Priyo, sudah dikenal Penulis sebagai sosok yang memiliki kreativitas dan pemikiran jauh ke depan. Wawancara Cakrawala News dengan Yoyok mengulas soal pengembangan wawasan dan pemahaman sebagai intervensi paradigma terhadap kurikulum. Berikut petikan wawancara kami.

CN : Permasalahan pendidikan menjadi hal yang selalu menarik untuk dibicarakan. Begitu banyak persoalan yang harus dijawab. Tentu membutuhkan analisa yang lebih mendalam untuk menyikapi setiap persoalan itu?

Yoyok : “Iya, salah satunya adalah pada saat anak-anak masuk ke SD atau SMP, ternyata ada beberapa hal yang menjadi kebingungan pada anak-anak. Dan itu yang menjadi permasalahan besar. Permasalahan besar yang pertama adalah belajar. Guru pada umumnya hanya mengajar secara formil, tapi tidak pernah mengajar anak didik bagaimana cara belajar dengan phsikologi anak setingkat anak SD atau SMP. Kadangkala guru menegur anak untuk berpikir. Tapi bagaimana cara berpikir, itu tidak pernah diajarkan.Satu hal lagi, menurut sebahagian orang bahwa menabung itu bagus. Tapi menurut saya justru itu tidak bagus. Sebab jika terkena inflasi, sebenarnya rugi jika menabung. Yang lebih bagus adalah bagaimana mengajar anak didik untuk berinvestasi. Oleh sebab itu program menabung di sekolah ini ditolak. Anak didik di sekolah ini diajar untuk memiliki wawasan kewirausahaan yang baik”.

SMPN 1 Mangolo, Kolaka Utara

CN : Apakah ada teori atau praktek investasi yang diwacanakan atau telah diterapkan?

Yoyok : “Paling tidak pemahamannya. Karena kondisi hidup di daerah dan di kota itu berbeda. Mereka yang di kota bisa berinvestasi melalui reksadana atau bursa efek misalnya. Jika di daerah, tentu dikondisikan dengan sistim investasi dan usaha yang ada. Ini seharusnya diajarkan kepada siswa SMP/SMA untuk membangun jiwa kewirausahaan anak didik agar jangan berpikir monoton hanya menjadi Pegawai Negeri. Ini menjadi kendala bagi mereka, bagaimana berwawasan wirausaha jika tidak diberi pemahaman? Saya kira ini metode pendidikan yang tidak masuk dalam kurikulum SMP/SMA. Misalnya membanca, membaca itu dianggap sedang belajar. Padahal membaca itu belum tentu belajar… bisa jadi mereka paham tapi kadangkala bisa lupa”.

CN : Mencermati kondisi seperti itu, tentu ada pemikiran dan keinginan yang menggelitik untuk melakukan perubahan berdasarkan amatan?

Yoyok : “Hal itu sudah saya lakukan…(tersenyum) hanya saja masih ditolak oleh Diknas. Meski demikian tetap saya lakukan. Misalnya, setiap penerimaan siswa baru biasanya dilakukan mose. Tapi saya bukan melakukan mose melainkan brigging cost. Jadi anak didik dari SD ke SMP, ada perubahan cara belajar. Misalnya dari guru kelas satu menjadi guru mata pelajaran, itu ada strestasi. Di situ terdapat kebingungan, keraguan dan kecanggungan. ini bagaikan kran kreativitas yang tersumbat. Melalui briging cost ini, kran tersebut dibuka selebar-lebarnya untuk mengekspresikan paradigma sebebas-bebasnya. Ini yang saya sebut sebagai jembatan pemahaman untuk menggelitik paradigma mereka. Dan itu menampakkan perbedaan yang sangat mencolok. Anak didik yang sudah melalui briging cost pada umumnya berani bertanya. Dengan cara ini berarti telah diajarkan cara berpikir kepada mereka. Sebab bagaimana mereka mampu bertanya jika tidak berpikir? Pertanyaan apa saja bagi anak didik, itu sah… sebab jika mereka sudah berani mengajukan pertanyaan, maka mereka telah memiliki nilai lebih. Oleh sebab itu, ada namanya data perkembangan siswa dengan berbagai instrument yang menjadi amatan pada setiap perkembangan siswa. Dan rencana sekolah ini akan melakukan koordinasi dengan masing-masing orang tua siswa terkait perkembangan anaknya mengikuti pelajaran di sekolah”.

Kolam ikan di halaman depan Ruangan Guru
CN : Bukankah ini sebuah terobosan baru? Artinya sebuah paradigma pendidikan yang idealnya masuk dalam kurikulum?

Yoyok : “Begini…. (diam sejenak sambil tersenyum) Kurikulum itu cuma diterima dari atas. Sesungguhnya, kurikulum itu gersang. Kering dengan kreativitas, kering dengan paradigma baru. Padahal itu disusun oleh para pakar pendidikan. Itu yang dari atas. Kalau yang dari bawah, itu hanya kegiatan lokal atau disebut muatan lokal (mulok). Cuma masalahnya, mulok ini pada umumnya dipresentasikan dalam kegiatan bahasa Inggris, bahasa Jerman, bahasa Jepang atau bahasa Arab. Itu adalah budaya asing. Padahal seharusnya, yang kita pelajari adalah budaya lokal kita. Misalnya, bagaimana membuat makanan lokal (kuliner), seni, religi atau mempelajari sejarah lokal kita. Itu lebih memunculkan kreativitas siswa. Sementara mempelajari bahasa asing belum tentu menjadi sebuah jaminan berhasil atau tidaknya dalam mencari kerja kelak. Ini saya anggap sebuah pembodohan”.

CN : Apakah dalam pengembangan kreativitas ada standarisasi yang ditetapkan diknas?

Yoyok : “Tidak ada…. Itu terserah sekolah dan menjadi otoritas sekolah masing-masing. Ada kemungkinan kreativitas yang dikembangkan bisa menjadi perhatian Diknas? Saya melihat perhatian itu tetap ada. Bahkan kadang ada beberapa guru diutus untuk belajar di sekolah yang dianggap memiliki prestasi. Namun ujung-ujungnya terbentur juga pada persoalan managemen. Tidak ada tindak lanjut untuk melakukan evaluasi bahkan terkesan ada pembiaran tanpa koreksi. Seharusnya ada sikap dan tindakan yang dilakukan untuk membangun kerangka berpikir. Menurut saya, ini hal yang sangat penting, membangun kerangka berpikir, kreativitas dan nyali. Jika orang tidak memiliki nyali, maka akan mengungkung diri sendiri, akhirnya tidak memiliki kepribadian dan karakter yang jelas. Pada intinya membangun kreativitas dan kompetensi bangsa ini adalah tanggung jawab para tenaga pendidik. Alangkah berdosanya kita jika hanya berkutat pada standarisasi regulasi serta monoteisme tanpa melakukan terobosan dan merubah paradigma seiring berkembangnya peradaban”.(Asri)
Share this post :

+ komentar + 1 komentar

21 Mei 2017 pukul 01.15

terimakasih wawasan nya...

My blog

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Belajar Blog Koe - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger