Headlines News :
Home » , , » Kisah Persaudaraan Berujung Sengketa. (Bag. 1)

Kisah Persaudaraan Berujung Sengketa. (Bag. 1)

Written By Unknown on Senin, 03 Desember 2012 | 13.54

Terkait Pembagian Hak, Atas Usaha Bersama


CAKRAWALA NEWS,-Dengan nada miris mengandung kesedihan mendalam, Suriani, S.Pd menuturkan  nasib yang dialami. Diduga kuat, ada kepentingan dan ambisi pihak ketiga yang melakukan provokasi, sehingga hubungan persaudaraan antara Ratnawati, ST dan Suriani, S.Pd kian runyam dan berujung sengketa tak kunjung selesai. Meski sebenarnya, mereka tidak memiliki ikatan persudaraan dalam silsilah, namun sejak pertemuan keduanya pada bulan Nopember 2001 lalu, mereka sudah seperti saudara kandung.  Melalui lisan, ungkapan-ungkapan persaudaraan itu seringkali mereka ucapkan.

Awal perkenalan keduanya, ketika Ratna kuliah kerja nyata (KKN) di kampung halaman Suriani, di Desa Mattoanging Bone. Hubungan baik pun berlanjut saat Ratna membuka usaha kursus Komputer di Desa Lamurukung, tak jauh dari kampung Suriani. Ketika itu, Suriani diajak kerjasama dalam usaha tersebut sebagai tenaga pengajar dan teknisi, setelah diikutkan kursus Komputer. Usaha yang dikelola bersama sempat mengalami jatuh bangun, dan pada akhirnya mereka pindah ke Sulawesi Tenggara untuk melanjutkan usaha.

Peran Suriani dalam usaha ini, lebih dominan dalam bentuk jasa. Dan pendapatan yang diberikan diasumsikan dalam bentuk gaji. Sementara Ratna mengelola manajemen dan permodalannya. Saying sekali, dalam kerjasama ini tidak ada perjanjian mengikat yang dibuat secara tertulis. Sehingga tidak memiliki landasan hukum yang kuat ketika Suriani didzolimi. Terbukti dengan beberapa tahun mengajar di beberapa tempat, Suriani tidak pernah menerima gaji atau upah dari hasi jerih payahnya.

Sekitar tahun 2006, keduanya bermukim di Jalan Pemuda Kabupaten Kolaka, dan berkenalan dengan Edo yang berprofesi sebagai wartawan di salah satu media. Kehadiran Edo di antara mereka, layaknya sudah dianggap seperti saudara. Sehingga dalam banyak hal, yang bersangkutan ikut dilibatkan. Itu diungkapkan oleh Edo, saat Cakrawala News bertemu di kantor Lurah Balandete ketika itu. “saya kenal baik keduanya sampai dalam hal-hal yang lebih detail. Bahkan ketika rumah itu dibangun, saya ikut memberi andil, sebab ketika itu Ratna sedang dipenjara” ujar Edo.

Kehadiran Edo di kantor Lurah ketika itu, terkait upaya mediasi atas sengketa Ratna-Suriani atas lahan seluas 332 meter bujur sangkar, dengan 3 kali  pembelian. Sesuai panggilan Lurah Balandete, A. Wahyu Wahid, ST, seharusnya menghadirkan Ratnawati. Namun yang hadir adalah Edo. Menurut keterangan Lurah Balandete, Kabupaten Kolaka “sudah beberapa kali upaya mediasi dan memanggil Ratna-Suriani sebagai pihak yang bersengketa. Namun tidak pernah sekali pun Ratna menghadiri panggilan tersebut. Selalu saja mengirim orang lain untuk mewakili dengan alasan tertentu. Saya jadi bertanya, Ada apa sampai Ratna tidak mau bertemu Suriani?” tutur Andi Wahyu.
 
Upaya perdamaian ini kembali dilakukan, pasca adanya penetapan Pengadilan Negeri Kolaka (2011) yang menyatakan perkara tersebut Niet ontvankelij verklaar (N.O) atau gugatan tidak dapat diterima. Pada intinya, dalam gugatan tersebut lebih bertitik tumpu pada harta bersama atau harta bawaan masing-masing. Sementara keduanya tidak ada hubungan perkawinan atau persaudaraan, rechtverhouding  (hubungan hukum). Jika ditelisik, perseteruan Ratna dengan Suriani, berawal pada tahun 2010, ketika Suriani telah menikah dengan pria pilihannya. Sejak saat itu, kata-kata kasar dan makian sering dilontarkan oleh Ratna tanpa alasan  yang jelas. Hingga akhirnya mereka berdua terdepak dari rumah yang ditempati berusaha selama ini secara bersama. Kepergian Suriani tidak membawa apa-apa yang seharusnya menjadi haknya. Dari sini kemudian muncul parmasalahan kian rumit, karena diduga kuat ada kepentingan pihak-pihak tertentu yang sengaja melakukan provokasi. Suriani merasa didzolimi dengan adanya kondisi seperti ini. Sementara Ratna menguasai seluruh harta yang dirintis bersama Suriani selama bertahun-tahun.

Penelusuran yang dilakukan Cakrawala News setelah menerima informasi dari yang bersangkutan tentang adanya beberapa kejanggalan, kian menguat. Terkait hal ini, Suriani mengeluhkan adanya upaya yang dipaksakan untuk penerbitan sertifikat tanah secara sepihak. Demikian pula dengan upaya untuk merubah data, agar menguatkan hak satu pihak. Semua itu dilakukan dengan melanggar aturan-aturan yang ada.
 Menurut pengakuan Suriani, semua berkas yang pernah dimiliki, diambil oleh Edo, dengan alasan untuk diuruskan sertifikat atas nama dirinya. Setelah ditunggu sekian lama, sertifikat itu tidak pernah ada. Bahkan berkas-berkas yang diambil dari tangan Suriani justru berpindah tangan ke Ratna tanpa sepengetahuan dia.

Setelah ditelusuri ke Badan Pertanahan, salah satu staf Pertanahan bernama Hamid, membenarkan “ saya memang pernah menerima berkas dari saudara Edo untuk diuruskan sertifikat atas nama Suriani. Tapi kemudian berkas itu diambil kembali. Selang beberapa lama, berkas tersebut dimasukkan lagi dengan objek yang sama. Hanya disitu berubah nama menjadi Ratnawati.Saat soal itu dipertanyakan kepada Kepala Badan Pertanahan Kabupaten Kolaka, Abdul Rahman mengatakan bahwa sudah ada upaya mediasi dan telah disepakati. “tanah yang akan disertifikatkan atas nama Ratna adalah tanah seluas 217 meterbujur sangkar dengan 2 kali pembelian. Sementara tanah seluas 115 meter bujur sangkar atas nama pembelian Suriani, belum disertifikatkan” kata Abdul Rahman Upaya penerbitan sertifikat ketika itu dipending karena adanya surat keberatan dari Suriani yang membantah bahwa, belum ada putusan damai atas mediasi itu. Suriani keberatan diterbitkan sertifikat jika belum ada penyelesaian sengketa atas tanah tersebut. Namun masalah itu kembali menyeruak dengan adanya blangko isian untuk penerbitan sertifikat di meja Lurah Balandete. Anehnya, surat penyampaian dari pertanahan yang menyebutkan bahwa hasil mediasi gagal, juga ditunjukkan oleh Andi Wahyu.

Demikian pula dengan munculnya Isin Mendirikan bangunan atas nama Ratnawati. Padahal pengurusan IMB, awalnya atas nama Suriani. Dan itu belum pernah diajukan untuk dilakukan perubahan pada seksi tata ruang di bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan umum. Hal itu ditegaskan oleh Kepala Bidang Cipta Karya. Hj. St Rahmah, ST. “sampai saat ini, belum pernah ada pengajuan untuk perubahan IMB, sejak penerbitan awal atas nama Suriani. Jika hendak melakukan perubahan, keduanya musti hadir. Sebab tidak bias diproses jika hanya sepihak yang hadir” katanya. Hal ini bertentangan dengan kesaksian Tamrin, S.Sos, di Pengadilan Negeri terkait sengketa tanah tersebut. Tamrin adalah salah satu staf Dinas PU yang bertugas mengeruskan IMB ketika itu. Bahwa dirinya mengurus IMB atas nama Ratnawati dengan biaya sebesar 6.500.000 rupiah yang semestinya hanya 3.500.000 rupiah.

Masalah lain yang muncul atas kasus ini, adanya penerbitan pengalihan hak dua kali di waktu yang berbeda. Pengalihan hak pertama dibuat oleh mantan Lurah Balandete, Andi Muhtar, atas nama Suriani. Sementara pengalihan hak kedua dibuat oleh Andi Wahyu atas nama Ratnawati. Hal itu dibenarkan oleh Andi Muhtar saat ditemui Cakrawala News. Ketika itu, Andi Muhtar masih menjabat sebagai Kabid Udara pada Dinas Perhubungan. “memang pernah saya buatkan pengalihan hak atas nama Suriani. Namun saya tidak ingat bulan dan tahunnya” kata Muhtar. Lebih parah lagi, arsip pengalihan hak tersebut juga tidak ada.

Semoga kisah ini menjadi pelajaran, bahwa bentuk usaha apapun yang dikelola secara bersama, musti ada komitmen dan perjanjian yang dituangkan dalam sebuah surat perjanjian. Jangan pandang persaudaraan, apalagi Cuma dianggap saudara, sebab tidak menutup kemungkinan muncul permasalahan hukum di belakang hari. Seperti yang anda baca saat ini… (Bersambung)
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Belajar Blog Koe - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger