Headlines News :
Home » , , , » Catatan Akhir Tahun

Catatan Akhir Tahun

Written By Unknown on Senin, 03 Desember 2012 | 05.35

Kidung Pilu Dari Bantaran Sungai Saddang




CAKRAWALA NEWS,-Meski telah renta, lengan kuat perempuan itu masih sanggup mengayunkan palu besi seberat 5 kg, demi sesuap nasi. Butir batu yang telah dipecah menjadi kepingan kecil terkumpul hingga beberapa hari, menjadi sebuah lembaran uang senilai 45 ribu rupiah. Itulah harga pecahan batu kerikil 1 kubik yang dikumpulkan. Sayangnya, harga tersebut tidak diterima secara utuh sebab ia masih harus mengeluarkan biaya retribusi, pajak palang dan setoran ke kas desa yang lazim disebut uang LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa). Sisa uang bersih yang didapatkan hanya sekitar 22 ribu. Paling tinggi yang dapat dihasilkan sekitar 29 ribu rupiah per kubik.

Hal ini diungkapkan dua perempuan pemecah batu, Harniati dan Harmani saat Cakrawala News   mengunjungi lokasi tambang C di Dusun Penja, Desa Karuweng Kabupaten Enrekang. Kondisi miris yang dialami oleh Indo Hadda (90) dan Fitri (60), setidaknya menggugah nurani kita. Adakah yang memikirkan nasib mereka? Boro boro bicara soal kesejahteraan, perhatian tentang keselamatan kerja mereka saja masih dipertanyakan. Padahal tingkat kesulitan dan keselamatan kerja yang digeluti, memiliki resiko sangat tinggi. Bahkan salah satu pekerja, Annisa (almarhumah), semasa hidupnya mengalami kebutaan mata akibat terkena serpihan batu. Demikian pula dengan Enal dan Adi yang tewas terseret arus air pasang saat bekerja mengumpulkan batu dari dasar sungai.
Anak-anak pun turut membantu orang tuanya
Pekerjaan memecah batu pada umumnya masih dilakukan dengan cara-cara manual. Sebahagian kecil dari kelompok pekerja ini telah menggunakan mesin dari kreativitas dan modal mereka sendiri.  Pekerja secara manual ini yang memiliki resiko tinggi terhadap keselamatan kerja yang digeluti. Sebuah keterpaksaan yang dilakukan kaum ibu untuk membuat dapur mereka tetap “ngepul”?.... Ironisnya, masih sangat minim perhatian dan perimbangan bantuan yang mereka dapatkan dari pemerintah melalui instansi terkait. Sementara dari sisi pendapatan asli daerah, mampu memberi kontribusi signifikan melalui retribusi. Hal ini diakui oleh Mustafa Amran selaku Kepala Bidang Pertambangan, pada Dinas Pertambangan Kabupaten Enrekang.

Menurut Mustafa Amran,  terdapat sekitar 12 titik galian tambang C yang terorganisir. Kelompok pekerja tersebut membentuk lembaga yang terdaftar pada Dinas Pertambangan dan tersebar di sepanjang bantaran sungai saddang. Dalam catatan Dinas pertambangan, beberapa tempat disebutkan seperti,  karuweng, cemba, kumadang, penja, pinang, masemba dan cendana, katanya.

Sungai Saddang yang panjangnya melintasi beberapa kabupaten dan dikenal dengan Wilayah Saddang ini, kaya dengan material pasir dan batu. Pengolahan batu dan pasir sebagai profesi masyarakat khususnya di bantaran sungai, memiliki histori sejak tahun 1995. Ketika itu pembangunan infrastruktur jalan di Kabupaten Enrekang sedang dikerjakan oleh PT. Bumi Karsa dengan mempekerjakan masyarakat lokal sebagai pengumpul material. Setelah proyek tersebut selesai, pengambilan material di sungai saddang terus berlanjut sampai saat ini. Metode pengangkatan material dilakukan sebahagian besar masyarakat dengan menggunakan cara manual, yakni menyelam ke dasar sungai untuk mengambil pasir dan batu lalu memecahkannya dengan palu besi. Semua itu dilakukan tanpa alat pendukung untuk keselamatan kerja. Berbeda dengan PT. Bumi Karsa ketika itu, yang menggunakan peralatan modern.

Bertahun-tahun pekerjaan ini digeluti dengan cara seperti itu. Sebahagian kecil dari mereka yang memiliki modal dan kreativitas, kemudian membeli mesin dan peralatan sendiri. Sementara yang lain terpaksa bertahan dengan kondisi seperti itu. Kata Kepala Desa Karuweng Enrekang, Ichsan Rahmat. “prosfektivitas usaha ini sangat bangus, sebab mampu menunjang perekonomian keluarga. Hanya saja, tingkat kerawanan keselamatan kerja sangat tinggi, sebab mereka tidak menggunakan alat modern. Selain itu, masyarakat yang menggunakan cara manual, kalah bersaing dengan yang menggunakan mesin”, tutur Ichsan Rahma.

Terkait soal keselamatan kerja, hal ini mendapat tanggapan serius dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Enrekang. Hanya saja, Dinas Sosial tidak mengetahui jika pekerja tersebut ternyata memiliki lembaga. Hal senada juga dikatakan oleh Basrudin,  Manager Halal Centre selaku mitra Dinas Sosial dalam mensosialisasikan Asuransi Keselamatan Sosial (Askessos) pada pekerja informal.  Menurut Basrudin, Askessos adalah program Dinas Sosial Provinsi yang peruntukannya bagi pekerja informal dan berpendapatan sekitar Rp. 800.000. Khusus untuk pemecah batu, memang belum tersosialisasi dengan baik karena kurangnya pemahaman para pekerja, katanya.

Hal yang sama dilontarkan oleh Kepala Dinas Sosial Kabupaten Enrekang, Drs. Umar. T,MM saat ditemui di ruang kerjanya tiga pekan lalu.  “sasaran Askessos bukan cuma pada pekerja informal. Tetapi juga bagi ibu rumah tangga dan petani. Sebagai mediator dan fasilitator program ini, Halal Centre adalah mitra kita, sedangkan Dinas Sosial Kabupaten hanya berperan selaku pengendali program”, katanya.

Investigasi Cakrawala News  mulai terjawab. Ada Indikasi minimnya atensi pemerintah melalui instansi terkait untuk pekerja pemecah batu yang ada, di sepanjang bantaran Sungai Saddang. Kurangnya sosialisasi dan pemahaman masyarakat menjadi salah satu indikator masalah. Sehinga setiap program pemerintah untuk masyarakat kelas bawah tidak sampai pada sasaran. Jerit pilu mereka untuk menggapai sebuah harapan membutuhkan kearifan responsif dari semua pihak, agar kesejahteraan yang didengung-dengungkan bukan hanya sebuah mimpi. (Asri)
Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Belajar Blog Koe - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger